Menuju Afrika di Alas Purwo

Sejauh mata memandang, padang rumput menguning pertanda musim kemarau. Di kejauhan, gerombolan hewan berkaki empat sedang asyik berkumpul. Sejumlah pohon pun juga menghiasi padang ini. Inikah Afrika?

Afrika Van Java, Sadengan, Padang Savana, Padang Rumput, Banteng Jawa, Merak, Traveler, Traveling, Perjalanan Panjang, Mapala UI, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur, Banyuwangi, Visit Indonesia, Visit Banyuwangi, Pariwisata

Selain padang savana di TN Baluran, di TN Alas Purwo juga memiliki savana yang juga dijuluku Afrika Van Java.

Siang hari itu, rasa bosan muncul. Setelah menyusuri pantai sejauh 12 km, semua berkumpul di sebuahdesa yang bernama Kalipait. Entah mengapa namanya demikian. Suasana desa itu tak terlalu ramai. Cenderung sepi. Hanya beberapa warga berlalu lalang. Tak jelas apa yang hendak dilakukannya. Kemudian wacana terlempar.

Ayo keluar lah. Kita foto-foto di Sadengan. Katanya bagus.” ucap saya kepada Satria.

Ayoo! Pinjem motor dulu.” seloroh mengamini ajakan saya.

Gampang. Pinjem aja motor Tole.” jawab saya sambil beranjak keluar dari teras rumah.

Sementara yang lain masih bersantai dan beristirahat bak turis di dalam rumah setelah bertualang di hutan rimba. Rumah yang beratapkan genteng berbahan tanah itu menampung sekitar 60 orang. Rumah tersebut terbagi dua bagian, masing-masing yaitu bagian dapur dan bagian rumah inti. Di bagian dapur, interior masih dapat dikatakan tradisional. Tiang-tiang penyangga terbuat dari kayu jati. Konon menurut empunya rumah, berasal dari hutan produksi di Alas Purwo. Untuk urusan memasak, masih menggunakan tungku kayu bakar. Lantainya pun masih dari tanah.

Sebuah motor produksi Jepang pun segera dinyalakan. Tak perlu diselah, cukup menekan tombol starter. Segera Satria menyergap naik. Kami berdua segera meluncur meninggalkan persinggahan. Matahari berada di titik kulminasinya membuat nyali agak ciut. Masih terngiang rasa terbakar oleh sinarnya kala menyusuri pantai. Namun beberapa saat setelah menyusuri jalan pedesaan, saya agak terhibur. Lipatan daun-daun pohon jati cukup menghambat datangnya sinar. Selain itu, proses respirasi menjadi maksimal. Semua berkat pepohonan rimbun di TN Alas Purwo yang menghasilkan oksigen.

Sebelumnya lagi-lagi saya harus membelah lebatnya hutan tertua di Pulau Jawa. Putaran roda agak melambat. Bukan karena macet seperti lalu lintas di Jakarta. Jalan berlubang memaksa saya untuk memperlambat laju sepeda motor. Cerita-cerita mistis mulai membaluri pikiran kami. Bukan rahasia lagi jika Alas Purwo terkenal dengan cerita mistisnya. Menurut warga sekitar dan orang-orang yang saya temui sepanjang perjalanan, mereka selalu bercerita tentang cerita tentang orang yang bertapa di tengah rimbunnya hutan Alas Purwo. Bahkan, mereka ada yang sampai 16 tahun bertapa di dalam gua. Bayangkan jika tiba-tiba saya tersasar di dunia gaib. Namun perasaan itu buru-buru saya usir dengan gelak tawa sepanjang perjalanan.

Hampir selama 30 menit, roda-roda motor melintasi jalan yang didominasi tanah gembur. Hanya sedikit aspal. Di kiri kanan jalan hanya ada pepohonan yang menjulang tinggi. Sesekali dapat bertemu dengan warga sekitar. Kepala dianggukkan seraya mengucapkan permisi. Satu-satunya warung hanya dapat ditemukan di sebelah kiri jalan sebelum memasuki Pos Rowobendo. Itupun bukan seperti yang dibayangkan. Tak ada lampu yang menyala terang benderang. Hanya menggunakan satu lampu bohlam. Atapnya pun nyaris rubuh. Sudah pasti tiang-tiang penyangganya berasal dari kayu-kayu pohon di Alas Purwo.

Ini pusing juga ya Sat kalo ban bocor di tengah hutan ini.” seloroh saya kepada Satria.

Iya. Dorongnya PR juga. Belom kalo malem bocornya. Huh.” jawabnya sambil tertawa.

Langsunglaah yok.” ajak saya sambil tancap gas ketika memasuki jalan yang beraspal.

Afrika Van Java, Sadengan, Padang Savana, Padang Rumput, Banteng Jawa, Merak, Traveler, Traveling, Perjalanan Panjang, Mapala UI, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur, Banyuwangi, Visit Indonesia, Visit Banyuwangi, Pariwisata

Pintu Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur.

Seekor replika burung merak bertengger di sebuah gapura berwarna hijau. Kiri-kanannya dikawal batu-batu mirip candi. Di tengahnya bertuliskan “Selamat Datang di Taman Nasional Alas Purwo”. Jelas ini adalah gerbang masuk dekat Pos Rowobendo. Untuk sekali dan seumur hidup, saya berfoto di gapura tempat pusat mistis di Pulau Jawa ini. Perbincangan mistis kembali bergulir bak putaran bola di lapangan hijau. Apakah benar ini pintu masuk menuju dunia gaib yang dulunya membuat manusia mati? Ah saya bukan ingin pergi ke dunia gaib. Saya ingin pergi mengunjungi Sadengan. Yang banyak orang bilang seperti di Afrika.

Sebelum saya menuju Sadengan, sebentar mampir ke sebuah aula di dekat Pos Rowobendo. Tak jauh dari situ pula terdapat persimpangan jalan menuju ke Pantai Ngagelan, tempat 4 dari 6 jenis penyu Indonesia mendarat dan bertelur. Namun saya tak sempat mampir ke sana melainkan di sini untuk menjemput dua orang teman yang sedang bertugas menjadi tim komunikasi untuk tim penelitian di Situs Gunung Tugu. Di depan pelataran aula, terparkir dua buah motor operasional TN Alas Purwo. Modelnya semi trail. Ban depannya lebih besar daripada ban belakang. Motor besutan Shozo Kawasaki ini segera menjadi tunggangan kami berempat. Tak banyak pikir, kami pun segera tancap gas.

Kini, saya dan Satria tak perlu risau lagi akan kesepian melintasi hutan. Gelak tawa makin ramai. Perbincangan sempat terhenti kala melewati kompleks Situs Kawitan dan Pura Luhur Giri Salaka. Kami kembali melingsirkan wacana untuk mampir.

Ini pura yang terkenal itu tuh. Katanya yang tertua.” ucap saya sambil menunjuk Situs Kawitan.

Nanti aja. Pulang dari Sadengan.” jawab Satria.

Okelaah.” ujar saya sambil kembali membetot gas.

Afrika Van Java, Sadengan, Padang Savana, Padang Rumput, Banteng Jawa, Merak, Traveler, Traveling, Perjalanan Panjang, Mapala UI, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur, Banyuwangi, Visit Indonesia, Visit Banyuwangi, Pariwisata

Papan penunjuk jalan menuju Sadengan yang dapat dilihat dari arah Pos Rowobendo.

Motor yang berkapasitas 150 cc ini kembali meluncur di jalan yang berbatu. Tanpa hambatan menerabas jalan. Tekstur ban yang bergelombang mempermudah perputaran roda. Kemudi diarahkan lurus hingga pada akhirnya berjumpa sebuah pertigaan. Papan bertuliskan “Padang Penggembalaan Sadengan” beserta petunjuk arah tertancap sebagai penanda. Segera kemudi motor dibelokkan. Masih satu kilo lagi untuk mencapai tempat yang disebut seperti di Afrika. Rasanya tak sabar untuk menjejak. Ini adalah kali pertamanya akan menginjak tanah Sadengan.

Dua puluh menit kemudian, sebuah menara pemantau berbahan kayu terlihat. Kira-kira 15 meter tingginya dengan lantai dua tingkat. Sepeda motor memasuki pelataran Pos Sadengan. Padang savana itu dipisahkan oleh pagar setinggi setengah meter. Mendadak takjub dibuatnya. Hamparan padang rumput membentang. Hijau agak keunguan. Jika membayangkan padang rumput di film God Must Be Crazy, dapat dibilang serupa. Banyak satwa liar yang berada di sini.

Afrika bangeet bro!! Sadis. Mana bantengnya?” ujar saya takjub.

Tunggu sabar. Nanti sore pada keluar.” jawab Satria.

Tiga buah rumah berdiri sebagai tempat operasional para petugas taman nasional. Dua buah papan informasi terpampang di muka. Kami melihat-lihat sejenak hingga akhirnya tiga orang petugas TN Alas Purwo menyambut dan mengajak kami ngobrol.

Dari Mapala UI ya de?” tanya salah satu petugas taman nasional yang kira-kira berumur paruh baya.

Iya pak. Binatang-binatangnya belum keliatan ya? tanya Satria.

Iya nih pak. Padahal udah sore ya?” tambah saya.

Biasanya sih binatang-binatang keluar pagi sama sore. Jam enam sampe sembilan pagi sama jam setengah empat sampe jam lima sore. Itu biasanya banteng keluar untuk minum.” jelasnya.

Oh gitu Pak. Baik pak minta izin ya buat foto-foto di dalam.” kata saya meminta izin.

Silakan dik” jawabnya.

Padang Penggembalaan Sadengan merupakan salah satu tempat beraktifitas para satwa. Berdasarkan informasi yang dikutip dari website TN Alas Purwo, satwanya beragam mulai dari jenis burung, Kijang, Rusa, Banteng, Babi Hutan, Lutung dan lain-lain. Dari 302 jenis burung yang ada di Taman Nasional Alas Purwo beberapa family terdapat di Sadengan seperti Elang Jawa, Elang Ular Bido, Elang Ikan Kepala Kelabu, Elang Laut Perut Putih, Peregam, Srigunting, Ayam Hutan Merah, Jalak Putih, Bangau Sendang Lawe, Blekok Sawah, Merak Hijau, dan masih banyak lagi.

Seperti mendapat durian runtuh, saya dapat melihat hewan yang mempunyai nama latin Bos Javanicus ini. Dari kejauhan, hewan berkulit coklat dan putih pada bagian pantatnya ini nampak berkerumun. Sekitar 10 ekor dalam kerumunan itu. Di samping kerumunan itu juga tampak dua ekor burung yang sedang minum di sebuah aliran air. Segera saja saya mengendap-endap agar sang banteng tak sadar akan kehadiran manusia di habitatnya ini. Itu bantengnya Sat. Pelan-pelan bro, nanti kabur.” bisik saya pada Satria.

Bak detektif yang sedang mengamati target operasi, kami melangkah perlahan menembus rerumputan. Dengan “senjata” di tangan, saya membidik sang target dari kejauhan. Sang target berhasil saya bekukan. Beberapa bukti berhasil saya dapatkan. Tak puas, kami lanjut menyusuri padang rumput ini. Semakin dekat dan sang target rasanya mulai menyadari kehadiran endapan si manusia. Terkadang langkah kami hentikan sesaat. Nafas berhenti beberapa detik. Namun mereka seperti berbincang dan sepakat untuk pergi masuk kembali ke dalam hutan. Tebakan saya benar beberapa saat kemudian mereka mulai menghilang satu persatu.

Niat untuk meringkuk “target” selanjutnya pun gagal. Sang target tak kunjung muncul. Si burung merak mungkin malu untuk menunjukkan keindahannya. Burung yang memiliki nama latin Pavo muticus biasanya dapat ditemukan. Menurut para petugas TN Alas Purwo, biasanya si merak keluar ketika sore hari. Namun kali ini bukan hari keberuntungan saya. Kami segera beranjak untuk meninggalkan padang savana bak Afrika ini. Walaupun tak berhasil bertemu dengan si merak, tapi saya cukup puas dapat melihat si Banteng Jawa.

Afrika Van Java, Sadengan, Padang Savana, Padang Rumput, Banteng Jawa, Merak, Traveler, Traveling, Perjalanan Panjang, Mapala UI, Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur, Banyuwangi, Visit Indonesia, Visit Banyuwangi, Pariwisata

Sebuah keran air yang terletak di depan menara pengamatan Sadengan. Keran ini dapat digunakan untuk membersihkan kaki dan tangan setelah menjelajahi savana Sadengan.

Padang Penggembalaan Sadengan menyisakan oleh-oleh di celana dan sepatu saya. Serpihan dari rerumputan yang tajam melekat di sepatu dan celana. Cukup sulit untuk dibersihkannya. Perlu kesabaran yang lebih. Jika ingin berkunjung ke Sadengan, lebih baik menggunakan sandal jepit dan celana pendek. Agar tak perlu repot-repot untuk membersihkan rerumputan yang tertinggal di celana maupun sepatu. Selain itu, untuk menuju Sadengan, tidak ada kendaraan yang menuju ke sana. Lebih baik konsultasikan ke agen perjalanan atau pihak taman nasional. Ayo Sat, kita jalan lagi.” ajak saya untuk meninggalkan Sadengan.

5 thoughts on “Menuju Afrika di Alas Purwo

  1. Memang selain jadi suaka alam, tempat ini jadi salah satu tempat suci bagi agama hindu Bali juga agama kepercayaan. tapi mitos-mitos tentang kesakralannya bisa kita anggap sebagai local wisdom dalam menjaga alam.

Leave a comment