Bersepeda Depok – Surabaya: Etape 4 Tumbangnya Si Sepeda Hitam

Ketika dikayuh, ban belakang terasa tidak stabil. Goyang ke kiri dan ke kanan. Di pinggir sawah yang masih kawasan Pantura, saya berhenti. Ternyata walaupun masih siang hari, ternyata inilah adalah akhir perjalanan hari keempat.

 

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Jalur perkiraan Etape 4 berdasarkan Google Maps. Indramayu – Cirebon. Sumber: Google Maps.

Malam hari Cirebon diguyur hujan. Hari ini, 2 Januari 2014, bersamaan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kota Cirebon diramaikan oleh para peziarah dari berbagai kota yang datang ke Keraton untuk melihat prosesi pencucian benda pusaka. Namun saya lebih memilih beristirahat karena esok hari masih harus menempuh perjalanan menuju Purwokerto.

Pagi ini, keadaan sangat berbeda dengan semalam. Sinar matahari menembus di balik celah ventilasi sekretariat Mapala Gunati. Dedaunan menjadi hijau berkilau. Hangat. Saya segera bersiap untuk berangkat menuju Purwokerto. Di sana saya akan beristirahat selama satu hari. Tak seperti sebelumnya yang hanya mampir untuk tidur malam. Pukul 08.00 WIB saya meninggalkan Universitas Swadaya Gunung Jati setelah berfoto bersama.

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Bersama anggota Mapala Gunati sebelum memulai perjalanan Cirebon menuju Purwokerto.

Lalu lintas Kota Cirebon tak terlalu ramai pagi ini. Kendaraan yang berplat E tidak banyak yang melintas. Mungkin masih libur awal tahun. Namun bus-bus besar masih menghiasi Jalur Pantura. Kelakuan bus-bus itu masih liar. Walaupun sudah sedikit berkurang dibandingkan ketika melewati Subang menuju Indramayu. Jalan Pantura di dekat Kota Cirebon tidak terlalu besar sehingga mungkin tidak ada kesempatan untuk memacu kendaraannya.

Hari makin siang. Panas matahari serasa membakar kulit. Bekal minum yang diisi di Mapala Gunati cepat sekali berkurang. Dari dua botol yang dibawa, menjelang Kecamatan Gebang, Cirebon tinggal satu botol yang berkapasitas 1 liter. Selain cepat mengalami dehidrasi, perut sekarang sudah lapar. Waktunya makan. Jam juga telah menunjukkan pukul 11.45 WIB. Jalan yang bagai tak ada ujung ini telah saya tempuh sekitar 50 KM.

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Jarak tempuh. Tegal 63 km, Semarang 210 km, dan Surabaya 510 km.

Di sebuah jembatan layang, saya memilih melewati jalan bawah. Saya ingin cari makan. Sudah terlalu lapar siang ini. Ketika melewati bawah jembatan layang, bau asin memenuhi jalan. Sejauh saya memandang orang-orang ramai berkumpul. Ternyata sebuah pasar. Melintas sebuah jembatan, di kiri jalan terdapat Sungai Ciberes. Perahu-perahu nelayan sedang parkir di sungai itu. Udang, ikan, cumi, dan hewan laut lain berjajar dengan rapi di sebuah meja. Para pedagang memenuhi kiri jalan. Mata saya menelusuri setiap jengkal sudut jalan mencari warung makan. Hingga di sebelah kanan jalan, dekat putaran jalan, saya berhenti.

Bu makan ya..” ucap saya.

Silakan dek. Maem e anggo opo dek? (makannya pakai apa dek?)” jawabnya dengan logat jawa setengah sunda.

Nganggo empal e bu karo tempe goreng, minum e es teh” timpal saya dengan bahasa jawa

Dari mana dek? Mau kemana? Kok nge-pit (sepedaan) ? tanyanya sambil mendulang nasi dari ricecooker.

Dari Depok bu. Mau ke Surabaya..” jawab saya sambil tersenyum mengatur nafas.

Wah iya opo dik? Adoh temen (jauh banget). Sendirian po? Ra takut?” tanya ibu itu sambil menaruh makanannya di hadapan saya.

iya bu. Ya takut gak takut” jawab saya sambil menyantap makanan dengan lahap.

Perbincangan itu terus berlanjut sampai saya selesai makan. Ibu si penjual warung makan menceritakan tentang keluarganya. Mulai dari anaknya yang tinggal di Yogyakarta dan kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta hingga kesehariannya berjualan.

Perut kenyang. Tak terasa satu jam beristirahat. Sepeda mulai dikayuh kembali. Ucapan hati-hati mengantarkan saya kembali ke Jalan Raya Cirebon-Brebes. Kembali berhadapan dengan bus-bus liar. Kembali ke pemandangan sawah-sawah yang menghampar luas. Klakson bus-bus mulai meneriaki saya kembali. Tak jarang kejadian di Subang-Indramayu terulang. Jarak sepeda dan bus hanya beberapa meter. Memaksa untuk keluar dari jalan yang beraspal.

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Menyusuri Jalur Pantura Cirebon menuju Losari.

Gebang berakhir. Mulai memasuki Losari. Namun masih termasuk ke Kabupaten Cirebon. Perbatasan Jawa Tengah masih 15 KM. Satu jam perjalanan. Kala pedal dikayuh, mulai terasa ada yang aneh. Sesekali saya menengok ke bagian bawah di belakang. Ternyata bagian belakang sepeda berlarian ke kiri dan kanan. Ban belakang tak stabil putarannya. Bunyi seperti dua besi beradu juga terdengar. Di depan sebuah warung, saya berhenti untuk mengeceknya.

Di perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah ini, akhirnya Si Sepeda Hitam mengalami masalah. Pelek belakang pecah. Tiga buah jari-jari yang menyambungkan dengan poros ban lepas. Ban dalamnya pun terlihat. Beberapa sudah mulai retak. Memang kualitas peleknya tidak bagus. Jenis pelek ini adalah single wall –pelek dengan satu sisi- . Jalan Pantura yang bergelombang juga menyebabkan pelek rusak. Ditambah pula beban yang ditumpu bagian belakang sepeda ini tidaklah ringan. Berat bawaan perjalanan ini hampir 10 kg. Belum lagi berat badan saya yang hampir 65 kg. Total berat jampir 80 kg. Memang mungkin waktunya untuk tumbang.

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Seorang warga asli Losari, Jawa Barat sedang menelpon saat Si Sepeda Hitam mengalami kerusakan.

Dengan keadaan seperti ini, saya memilih rencana untuk memperbaiki kerusakan. Kebetulan saya sudah mencapai perbatasan Jawa Barat. Saat ini saya berada di Pertigaan Losari – Ciledug. Daerah yang cukup ramai. Saya berhenti di sebuah pangkalan ojek dan becak. Di tempat ini banyak bus dari Jakarta berhenti. “Permisi pak. Di sini ada bengkel sepeda terdekat?” tanya saya kepada seorang tukang becak. “Ada dik tapi gak lengkap. Yang lengkap ada di Purwokerto” jawabnya setelah dia tahu kerusakan sepeda saya. Mau tak mau saya harus pergi ke Purwokerto.

Jam menunjukkan pukul 14.00 WIB. Saya memutuskan untuk mengambil rencana darurat yang telah saya persiapkan jika mengalami hambatan pada sepeda. Sepeda akan saya bawa menggunakan bus ke kota terdekat yaitu Purwokerto. Tidak ada pilihan lain demi kelanjutan perjalanan ini. Sangat berat untuk mengambil keputusan ini. Saya segera melepaskan ban dari tubuh sepeda. Dalam sekejap si kaki sepeda sudah terlepas. Saya segera menunggu bus ke arah Purwokerto.

Hampir 3 jam saya menunggu. Berpuluh-puluh bus tujuan Purwokerto hanya lewat begitu saja. Tak ada yang menaikkan penumpang. Hanya sesekali berhenti menurunkan penumpang. Tukang becak dan ojek yang langsung berlarian menyerbu bus yang berhenti menjadi pemandangan saya yang terduduk di sebuah tripod. Selama menunggu, Losari tak henti turun hujan. Sangat deras. Mungkin bagi para pengendara jarak pandangnya hanya 15 meter. Menurut tukang becak yang menemani saya, hujan biasanya turun hingga malam.

Bus-bus tujuan Purwokerto yang berhenti di sini hanya ada dua. Bus itu adalah Sari Dede dan Alpine. Sempat bus itu berhenti. Namun saya gagal menaiki keduanya. Bus pertama, Sari Dede mematok tiket yang di luar logika. Sang kondektur memasang tarif Rp. 200.000 untuk menuju Purwokerto. Saya hanya menggerutu sambil berucap “gila apa ini. Rp. 200.000 mah dari Jakarta.” Sang tukang becak berkata “Maulud ini dek. Bus-bus pada sombong.” Lain lagi cerita dengan Bus Alpine. Kalau bus ini tidak mau menaikkan saya karena sang kondektur tahu saya membawa barang bawaan yaitu sepeda.

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Losari diguyur hujan sejak siang sampai sore hari. Menurut warga setempat, hujan biasa turun sampai malam.

Akhirnya satu bus besar berwarna putih dan biru berhenti. Bus Sahabat namanya. Bus itu tujuan Tegal. Saya harus memutar otak dengan cepat. Segera saja saya berlari menghampiri bus itu yang berhenti sekitar 10 meter dari tempat saya berteduh. “Pak ke Tegal ya? Saya naik sebentar saya ambil bawaan saya” kata saya kepada sang kondektur. “Jauh gak? Ayo cepet.” jawab si kondektur. Segera saya berlari mengambil bawaan saya. Yang saya terkejut adalah para tukang becak dan ojek di tempat saya menunggu bus saling membantu mengambil bawaan saya. Kami berlarian. Kemudian langsung memasukkan ke dalam bagasi. Sungguh tulus. Mungkin mereka tahu dan ikut rasakan kesulitan yang saya hadapi. Banyak orang baik memang.

Bus pun kembali melaju dengan kencang. Saya pun merasakan bus yang menjadi teman saya berkendara di Jalur Pantura. Sangat liar. Sementara Hujan masih deras. Di dalam bus cukup ramai. Hanya beberapa kursi yang tidak terisi. Lagu-lagu lawas diputar. Artis-artis seperti Ebiet G. Ade, Koes Plus, dll diputar oleh sang supir. Tak terasa bus sudah memasuki Kota Tegal. Memang bus ini bukan ke arah Purwokerto. Saya harus berganti bus kembali. Pilihan bus tersebut adalah Bus Aries.

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Si Sepeda Hitam di dalam Bus Aries dengan rute Tegal-Purwokerto.

Pukul 18.45 WIB, bus tiba di Terminal Tegal. Saya segera turun dan mencari bus. Secara sigap seorang kuli angkut membantu saya menurunkan barang bawaan saya. Tak lama menunggu, 15 menit kemudian, Bus Aries yang berukuran ¾ datang. Segera si kuli angkut itu menaikkan kembali barang bawaan saya. Di dalam bus ini saya dipatok harga tiket yang cukup mahal oleh kondektur palsu. Biasanya ke Purwokerto hanya dikenakan Rp. 25.000 tapi oleh dia saya dikenakan Rp. 40.000. Saya harus membayar untuk dua orang karena saya membawa barang. Sementara uang saya hanya tinggal Rp. 50.000. Mau tak mau, si kondektur palsu itu menerima uang saya. Dia kesal pada kondektur asli bus ini. Saya mencuri dengar perbincangan antara mereka. “Kenapa gak ditanya dulu kalo bawaannya itu” kata si kondektur palsu. “Biarin wes” jawab si kondektur asli. Begitu kira-kira perbincangan mereka yang menggunakan dalam bahasa Jawa yang saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.

Di dalam bus ini saya hanya tidur. Menunggu bus tiba di Purwokerto. Jalan di Bumi Ayu yang menanjak dan berkelok yang menjadi medan yang harus saya lewati menggunakan sepeda, tidak saya rasakan. Cukup menantang medannya. Namun saat ini saya rasakan menggunakan bus. Malam hari pukul 23.00 WIB, bus tiba di Purwokerto. Saya turun di Terminal Lama Purwokerto untuk menunggu dijemput oleh salah satu anggota UPL MPA Unsoed. Dia adalah anggota mahasiswa pencinta alam Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

BikeVenture, Adventure, 50 Tahun Mapala UI, Mapala UI, Roadtrip, SoloTrip, Traveling, Jakarta, Surabaya, Cirebon, Losari, Bikepacker, Jawa Barat, Visit Jawa Barat, Indonesia, 1000 KM

Di Terminal Purwokerto Lama, saya diturunkan oleh sang kondektur Bus Aries. Di sini saya menunggu dijemput oleh anggota UPL MPA UNsoed.

Rencana saya awalnya di Purwokerto adalah istirahat selama satu hari. Namun karena saya tiba lebih awal, saya akan tinggal di Purwokerto selama dua hari. Hari pertama untuk memperbaiki sepeda dan hari kedua untuk beristirahat juga menikmati Purwokerto. Suasana Purwokerto saya rindukan. Sejuknya kota, tertibnya lalu lintas pengendara, ramah warganya, juga bahasanya menjadi daya tarik bagi saya. Lama tak berkunjung ke sini. Enam tahun yang lalu saya pernah main di Purwokerto. Wisnu, anggota UPL MPA Unsoed yang menjemput saya akhirnya datang. Saya bergegas naik dan menuju sekretariat pencinta alamnya untuk beristirahat. Hari masih panjang. Perjalanan menuju Purwokerto naik sepeda hari ini berakhir di Losari. Namun ini bukan akhir perjalanan saya menuju Surabaya. Semua masih berlanjut.

2 thoughts on “Bersepeda Depok – Surabaya: Etape 4 Tumbangnya Si Sepeda Hitam

Leave a reply to cumilebay.com Cancel reply