8 Hari Menyeruak Hutan Tertua di Pulau Jawa

Nafas mulai terengah-engah. Panas menyerang hingga keringat mulai bercucuran. Pada hari ketiga, lima orang peserta perjalanan panjang Taman Nasional Alas Purwo ditarik mundur. Namun semua tetap bersemangat.

TN Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Mapala UI, Pencinta Alam, Traveling, Adventure, Traveler, Adventurer, Karst, Hutan Tertua di Jawa, Plengkung, Visit Jawa Timur, Visit Banyuwangi, Alas Purwo National Park, Perjalanan Panjang, BKP 13, Pantai Ngente

Setiap pukul 07.00 WIB, tim memulai trekking setiap harinya.

Satu persatu peserta mulai meninggalkan Pos Pancur, tempat kami memulai perjalanan panjang. Nampak bergembira semua. Namun beban berat harus dipanggul di pundak masing-masing peserta. Rencana perjalanan di hari pertama, tim harus dapat mencapai checkpoint yang berada di dalam hutan dekat pantai. Untuk mencapai checkpoint ini tim harus berjalan sekitar 5 km dari Pos Pancur. Jalan setapak menjadi awalan perjalanan. Sehari yang lalu, Alas Purwo diguyur hujan. Jalan setapak ini menjadi becek. Selain itu, jalan yang langsung berdampingan dengan pantai ini dapat dikatakan tak layak jika dibandingkan dengan jalan yang beraspal.

Deburan ombak menemani perjalanan tim. Peserta telah dibagi kelompok berdasarkan kemampuan fisik. Perlahan rombongan yang berjalan beriringan mulai terpencar. Fisik mulai diuji. Peserta yang memiliki fisik yang prima berada di depan, sementara peserta lainnya mengikuti di belakangnya. “Lumayan juga nih jalannya. Masih jauh gak sih? tanya seorang peserta kepada saya. “Enggak kok. Dikit lagi sampe.” jawab saya menyemangati. Ketika itu, saya berada di posisi belakang menemani peserta yang kelelahan. Maklum saja, hampir rata-rata berat tas untuk bekal 8 hari perjalanan mencapai 25-30 kg.

Di sebuah jembatan, saya rehat sejenak atas permintaan peserta yang berada di paling belakang.5 menit ya kita istirahat. Kalau ada yang tasnya keberatan di-share aja ke temennya.” kata saya sambil melepas tas. Di posisi belakang saya bersama 5 orang peserta. Segera bekal minum dikeluarkan untuk membasahi tenggorokan yang kering. 5 menit waktu istirahat berlalu dan kami kembali berjalan agar tak tertinggal jauh. Bergegas kembali melangkah menyusul. Satu jam menyusuri jalan setapak, tepat pukul 16.00 WIB, tim berhasil mencapai entry point untuk memasuki hutan. Peserta lainnya telah menunggu kami hampir 30 menit. Tim telah bergabung, kami segera mulai memasuki hutan karena hari telah sore dan tempat berkemah harus segera dicapai.

Hutan Alas Purwo terbilang cukup lebat dan bervariasi. Dengan luas 43.420 ha, TN Alas Purwo memiliki flora seperti seperti kepuh (Sterculia foetida), bendo (Artocarpus elastica), kedawung (Parkia roxburghii), kemiri (Aleurites moluccana), beringin (Ficus benjamina), kedondong hutan (Spondias pinnata menjadi andalan di sana. Kami disambut vegetasi yang beraneka ragam. Satu jam berusaha melewati vegetasi yang melintang menghalangi pergerakan, akhirnya tim memutuskan berkemah di sebuah tempat yang cukup datar. Hari pertama diakhiri dengan evaluasi perjalanan. Semua lelah dan akhirnya tidur.

Semburat matahari mulai menembus hutan di ujung timur Pulau Jawa. Kegiatan pagi diawali dengan sarapan dan olahraga pagi sebelum memulai kembali perjalanan. Sampai siang hari, pergerakan tim tetap sama ketika mulai memasuki hutan. Lepas istirahat, vegetasi mulai berubah menjadi hutan bambu. Tim mulai kesulitan menentukan orientasi pergerakan. Hamparan tumbuhan bambu yang menjadi vegetasi khas Alas Purwo membuyarkan ilmu navigasi yang dimiliki oleh calon anggota Mapala UI. Beberapa orang berdebat. Peta dan kompas dikeluarkan.Ini pasti ke timur.” kata seorang peserta sambil menunjuk peta. “Bukan. Sekarang masih ke utara.” sanggah peserta lainnya. Sementara beberapa orang lainnya bergerak untuk melihat jalur yang akan dilewati. 30 menit berdebat, akhirnya tim bergerak ke arah timur hingga akhirnya kembali berkemah sesuai jadwal harian yaitu pukul 17.00 WIB. Evaluasi hari ini adalah tim tidak berhasil mencapai check point yang berada 4 km dari batas hutan. Sementara persediaan air mulai berkurang padahal perjalanan masih panjang.

Selama perjalanan ke Alas Purwo, hari ketiga adalah hari di mana tim mulai sampai ke titik terberat. Walaupun masih di hari ketiga, perjalanan selama dua hari yang lalu telah membuat fisik kewalahan. Bahkan beberapa telah diserang heat stroke -kondisi di mana tubuh bersuhu di atas 40 derajat- . Ini diakibatkan karena suhu yang sangat panas di dalam hutan. Beberapa yang lain juga mengalami cedera kaki ringan. Sumber air yang juga diperkirakan ada, nyatanya kering kerontang. Adalah hal yang tidak mungkin menemukan air pada permukaan tanah di kawasan karst. Pergerakan hari ketiga berjalan lamban. Cenderung banyak digunakan untuk stabilisasi peserta yang mengalami kondisi drop. Setelah diskusi yang sangat panjang, akhirnya diputuskan lima orang calon anggota Mapala UI ditarik mundur. Hal tersebut dilakukan karena menimbang perjalanan masih sangat jauh dan berat, sementara kondisi fisiknya telah turun drastis. Dengan ditemani tiga orang tim rescue, mereka diantar kembali ke titik batas hutan. Tim yang berada di base komunikasi beserta pihak TN Alas Purwo telah disiagakan untuk menjemput.

TN Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Mapala UI, Pencinta Alam, Traveling, Adventure, Traveler, Adventurer, Karst, Hutan Tertua di Jawa, Plengkung, Visit Jawa Timur, Visit Banyuwangi, Alas Purwo National Park, Perjalanan Panjang, BKP 13, Pantai Ngente

Hammock -tempat tidur yang terbuat dari bahan yang kuat menahan berat badan- merupakan salah satu teknik berkemping di hutan dataran rendah.

Tiga hari telah berlalu. Perjalanan tim tetap mendaki bukit dan menuruni lembah yang cukup terjal. Hutan yang cukup lebat dan bambu saja yang ditemui. Semua dibuat pusing dengan orientasi medan. Air sangat sulit ditemukan. Hanya berharap hujan dan air yang ada di batang bambu. Malam demi malam dilewati kegerahan yang sangat hebat. Tak ada gunanya membawa kantung tidur. Petualangan ini bak berjalan mendekati mulut harimau. Namun pengharapan itu berubah menjadi kenyataan pada hari kelima. Semua mengucap syukur. Evaluasi yang biasa dilakukan tiap malam, kali ini buyar oleh guyuran hujan. “Hujaaaann. Bentangin flysheet. Tampung pake nesting.” teriak semua sambil terburu-buru menurunkan flysheet besar supaya dapat menampung air. Malam ini tim dapat tersenyum. Segelas kopi untuk pertama kalinya dapat diseduh setelah lima hari di hutan. Padahal segelas kopi bagi sebagian orang adalah penawar lelah. Mie instan pun demikian. Hal yang lebih menggembirakan lagi adalah perbekalan air menjadi bertambah. Namun berita buruknya adalah beban bawaan di tas kembali berat.

Di hari keenam ini juga tim kembali diistirahatkan. Kondisi para peserta yang masih bertahan beberapa mulai terserang penyakit demam. Dengan pertimbangan zona inti yang masih jauh dan kondisi tim yang tidak stabil, diputuskan tim dibagi menjadi tiga bagian. Tim pertama ditugaskan untuk menerabas ke zona inti untuk mencari situs arkeologi Kerajaan Blambangan yang menjadi tujuan perjalanan ini. Tim kedua ditugaskan untuk mencari dan membuka jalur titik potong untuk mencapai exit point yaitu Pantai Ngente. Sementara tim ketiga bertugas menjaga tempat kemah dan merawat beberapa peserta yang sakit. Setiap anggota tim berjumlah 10 orang. Terdiri dari pembuka jalur, navigator, dan tim dokumentasi. Semua berpencar mulai pukul 09.00 WIB. Target kembali sebelum sore.

Saya sendiri tergabung ke dalam tim yang bergerak ke zona inti. Semua berharap dapat menemukan situs Kerajaan Blambangan yang diduga ada di zona inti TN Alas Purwo. Tak jauh dari tempat berkemah, sekitar 300 m, jalur didominasi hutan dengan pohon-pohon yang tak besar. Namun keadaan cepat berubah. Hamparan hutan bambu menghalangi sinar matahari masuk. Di sekitaran hanya ada bambu. Seperti berada di dunia lain. “Ini di mana lagi. Di peta keliatan landai sih. Rawan nyasar nih” ucap saya.Β  Hutan bambu merupakan formasi yang dominan, Β± 40Β % dari total luas hutan taman nasional. Untuk menghindari tersesat, sepatu boots ditekan sambil berjalan membentuk jalur. Di tengah perjalanan menuju zona inti, tim sempat menemukan buah seperti petai. Buahnya tak lazim. Ukurannya sangat besar hingga mencapai 1 meter.

Bambu yang melintang terkadang menghalangi pergerakan. Belum lagi jika posisi bambunya rendah, tim harus merayap bak cicak. Jika teramat rendah, terpaksa harus meniti di atas bambu. Hampir 3 jam berjalan, tiba-tiba jalan terputus. Di kiri dan kanan hanya bambu yang rapat dan tak mungkin untuk dilewati. Di muka, tembok batu menjulang sekitar 30 m. Jam telah menunjukkan pukul 12.30 WIB. Sebenarnya sudah tiba waktu untuk makan siang. Namun lain hal yang terjadi. Makan siang ditunda. “Udah siang nih. Kita berangkat aja udah 3 jam. Zona inti belum sampe. Kalau kemaleman di sini bahaya. Kita gak bawa logistik sm air yang cukup.” kata Ridwan, Ketua Mapala UI yang ikut dalam tim zona inti. Akhirnya mau tak mau tim harus mencapai puncak tebing yang menghalangi jalan. Kaki dilangkahkan dengan pasti walaupun terkadang harus terpeleset. Akar pohon menjadi pegangan ketika tim berjalan memutari tebing ini.

TN Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Mapala UI, Pencinta Alam, Traveling, Adventure, Traveler, Adventurer, Karst, Hutan Tertua di Jawa, Plengkung, Visit Jawa Timur, Visit Banyuwangi, Alas Purwo National Park, Perjalanan Panjang, BKP 13, Pantai Ngente

Buah seperti petai sepanjang satu meter ditemukan tim ketika menyusuri Hutan TN Alas Purwo, Jawa Timur.

Bahaya terasa sangat dekat. Pucuk dicita, ulam pun tiba. Tim berhasil mencapai puncak tebing setelah bersusah payah berjalan di tanah yang rawan longsor dan menanjak. Daya dan upaya dikerahkan. “Ini puncaknya begini aja? jalannya ke mana lagi?” tanya saya keheranan. Tim dipencar untuk menyisir segala penjuru di puncak itu. Harapannya dapat ditemukan situs yang selama ini dicari. Namun nihil, di atas puncak, mata hanya dimanjakan dengan vegetasi bambu yang menghampar luas di seberang. Tak nampak batu-batu arkeologis yang dicari. Kecewa didapat. Walaupun demikian, sebenarnya hampir tak percaya ketika akhirnya dapat mencapai zona inti TN Alas Purwo. Perjalanan ini bukannya tanpa hasil. Setidaknya walaupun belum berhasil menemukan situs arkeologis, perjalanan ini dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya.

TN Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Mapala UI, Pencinta Alam, Traveling, Adventure, Traveler, Adventurer, Karst, Hutan Tertua di Jawa, Plengkung, Visit Jawa Timur, Visit Banyuwangi, Alas Purwo National Park, Perjalanan Panjang, BKP 13, Pantai Ngente

Ketika menuju zona inti, tim terhambat karena menemui tebing yang berketinggian hampir 30 m.

Tak berlama-lama di puncak, tim segera makan siang dan bergegas untuk kembali ke tempat berkemah. Matahari telah mulai bergerak ke barat. Pertanda menuju senja. Langkah mulai dipercepat. Sempat langkah melambat di dataran yang penuh bambu karena kebingungan dalam orientasi medan. Namun berkat tanda yang telah dibuat dengan sepatu boots, kebingungan dapat teratasi. Canda dan tawa dalam perjalanan menjadi pelipur lara. Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk pulang hanya 1,5 jam. Sangat kontras dengan keberangkatan. “Wah udah sampe aja. Iiiiiooooo” teriak saya. “Selamat datang kawan. Gimana-gimana?” sambut tim yang berada di kemah sambil memberi minuman manis. “Kali ini kita belum berhasil.” tukas Ridwan. Selang 30 menit kemudian, tim yang mencari jalan ke pantai pun tiba. Semua bergabung kembali. Semua bercerita. Kabarnya tim yang mencari jalan berhasil merintis jalur sejauh 2 km. Malam di hari ketujuh ini kembali ditutup dengan rencana esok hari adalah Ladies Day. Semua perempuan bertugas memimpin perjalanan. Sementara laki-laki hanya mengikuti instruksi-instruksi yang diberikan.

Ladies Day telah tiba. Tim mulai bergerak pukul 8.30 WIB. Cukup siang jika menengok selama 7 hari yang lalu. Pantai yang menjadi exit point jika berdasarkan peta, hanya berjarak 3 km. Estimasi hanya memakan waktu 5 jam perjalanan karena kemarin jalur telah dibuka sejauh 2 km. Pergerakan berjalan lambat. Sampai matahari berada tepat di atas kepala, tim masih berada di sebuah puncakan kecil yang berjarak 1.5 km dari tempat berkemah. Beberapa calon anggota mencari jalur yang hilang. Sambil menunggu kembali, tim makan siang. Yang lain terlihat tidur mengisi waktu. 1 jam kemudian, tim pencari jalur yang hilang kembali. Sesuai di peta, tim bergerak ke arah selatan. Vegetasi berubah menjadi rotan. Duri-duri menusuk kulit. Sementara matahari semakin menuju peraduannya. Di suatu titik, jalan terputus di sebuah punggungan mati. Diputuskan tim untuk turun ke lembahan. Lembahan itu adalah sebuah sungai yang mengering. Penuh batuan karst tajam yang mirip karang. Tak ada setetes air pun yang terlihat. Hanya batuan tajam.

Buka peta. Lihat ke mana ini aliran sungainya.” ucap Nisa, penanggung jawab teknis pergerakan Ladies Day. Ternyata sungai ini mengarah ke pantai. Segera semua kembali mengangkat tas. “Lauuut. Lauuut” teriak saya sambil mengenang perjalanan selama 8 hari di TN Bukit Barisan Selatan untuk membakar semangat. Perjalanan TN Alas Purwo memang mirip dengan TN Bukit Barisan Selatan. Sama-sama dataran rendah. Yang beda hanyalah sumber air dan karakteristik medannya. Menjejak di Pantai Selatan Pulau Jawa adalah target utama selain menemukan situs arkeologis. Bagaimana tidak, siapa pun tak mau terperangkap di dalam hutan. Pulang ke rumah dengan selamat menjadi harga mati. Tim mulai terpisah. Yang menggebu-gebu mencapai pantai berada di paling depan. Sisanya yang kelelahan berada di belakang. Teriakan penyemangat memenuhi aliran sungai. Lauuuut.. Lauuuut.” teriak hampir semua peserta. Tanda-tanda telah mendekat ke laut makin jelas. Suara laut makin jelas. Sungai yang tadinya mengering, kini tampak berair. Semua berbasah-basah ria.

Laut yang dinanti akhirnya terlihat. Suara deburan ombak menyambut. Pada tanggal 2 Februari 2014 pukul 5.15 WIB, kami berhasil keluar dari hutan. Rasanya ingin menangis ketika kembali mencapai pantai. Tugas untuk menjamin semua peserta kembali dengan selamat telah selesai. Saya kembali bersujud di pasir yang menghampar seperti yang saya lakukan ketika berhasil keluar dari Hutan TN Bukit Barisan Selatan. Para calon anggota lainnya bersuka ria. Menjemput teman-temannya ketika keluar dari lorong sungai. Pelukan dan tangis air mata pun tak mampu dibendung. Hampir semua berpelukan bersama. Beberapa asyik mengabadikan momen yang langka ini. Ada juga yang bermain di pinggir laut. Petualangan ini ditutup bersamaan dengan matahari yang tenggelam di ufuk barat. Senja berganti malam. Tim berkemah di pinggir pantai tak seperti biasanya di dalam hutan. Butiran bintang yang menghiasi langit menjadi teman malam. Sesungguhnya Pantai Ngente ini bukanlah titik akhir yang sebenarnya. Esok hari tim harus menyusuri pantai sejauh 12 km hingga Pantai Plengkung. Ternyata perjalanan masih panjang.

10 thoughts on “8 Hari Menyeruak Hutan Tertua di Pulau Jawa

  1. Aku tobat ngak sanggup kalo mesti gendong ransel 25kg selama 8 hari, bisa encok nich badan hahahaha.
    Btw lucu ya hammock jadi bertingkat begitu disusun nya kalo yg atas jatuh bakal kena semua yg bawah hahaha

  2. Dear Penulis.
    Thanks info nya..membantu sekali.
    Jika tidak keberatan saya boleh minta foto2 saat di zona inti saat di tebing yg 30m. Dan koordinatnya.

    Salam
    Henry ruanda

Leave a comment