8 Hari Menjelajah Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Perasaan was-was melanda tim perjalanan ketika membelah rimba Bukit Barisan Selatan. Ancaman hewan buas seperti Harimau Sumatera terus membayangi otak. Pengalaman yang tak terlupakan saat 8 hari menjelajah Bukit Barisan Selatan.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Mapala UI, Adventure, Ekspedisi, Pencinta Alam, Mapala, Traveler, Traveling, Visit Indonesia, Indonesia, TWNC, Tambling Wildlife Nature Conservation, Harimau Sumatra, Panthera tigris sumatrae, Konservasi, Mantangan, Rotan

Tim meninggalkan Pantai Karang Brak setelah berjalan di medan yang curam pada hari pertama penjelajahan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

Laut Teluk Semangka, Lampung menjadi awal penjelajahan kami di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Satu persatu kami mulai menaiki kapal kayu dengan mesin yang menjadi penggerak kapal. Tampak warga lain juga segera naik ke kapal dengan aneka barang bawaannya. Pantai Karang Brak, Tanggamus menjadi tujuan kapal ini. Ya, perjalanan kami akan dimulai dari Pantai Karang Brak yang akan diakhiri di Enclave Pengekahan, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Lampung Barat. Laut Teluk Semangka dengan ombak yang ganas menjadi pemandangan kami selama 3 jam. Speedboat kami bergoyang bak penyanyi dangdut hingga membuat kepala pusing dan ingin memuntahkan isi perut kami. Hari pertama penjelajahan kami habiskan untuk perjalanan menuju entry point dan persiapan perjalanan esok hari. Malam hari di Pantai Karang Brak cukup indah. Langit dipenuhi bintang berkelip yang bertaburan.

Matahari pelan-pelan mulai menunjukkan wajahnya. Semburat jingga mewarnai langit Lampung. Satu persatu ransel dengan berat 30 kg mulai dipanggul masing-masing orang dengan langkah pasti. Mula-mula kami dibuai dengan keindahan Pantai Karang Brak. Namun 30 menit kemudian, keindahan itu perlahan sirna. Tanjakan yang sangat curam menyambut kami. Mulai kepayahan kami dibuatnya. “Strees tanjakannya, pagi-pagi udah ketemunya beginian” ucap Fajri, salah satu anggota tim mengeluh. Hampir 1 jam mendaki tanjakan yang berkontur semen ini. Sesampainya di akhir tanjakan, pemandangan kembali indah. Menengok ke belakang, Laut Teluk Semangka menghampar luas. Cukup menjadi “sarapan” pagi ini.

Mencari batas hutan adalah tugas pertama pada hari kedua ini. Peta dan kompas menjadi teman setia dalam perjalanan ini. Setelah orientasi medan, kami berhasil memasuki batas kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Suara kera atau monyet saling bersahutan di dalam hutan. Tak sabar kami memulai penjelajahan hutan rimba ini. Taman Nasional Bukit Barisan sendiri menurut Menteri Pertanian pada tahun 1982 mempunyai luas 365.000 hektar. Biodiversitasnya sendiri sangat beragam. Harimau Sumatera  (Panthera tigris sumatrae) dan gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) menjadi dua penghuni yang membuat kami selalu was-was ketika dalam perjalanan. Bunga Raflesia (Rafflesia arnoldi) menjadi hal yang sangat kami diidamkan untuk ditemui.

Jalur yang kami lewati adalah jalur yang belum pernah dilewati sebelumnya. Bahkan polisi hutan pun belum pernah patroli di jalur ini. Sejauh 18 km, kami akan berjalan membelah hutan. Hari pertama penjelajahan, kami dipusingkan oleh navigasi dataran rendah. Cukup sulit untuk menentukan arah kaki melangkah karena titik tertinggi untuk patokan kompas hampir tidak terlihat. Ditambah pula vegetasi didominasi oleh tumbuhan tepus (Amomum cocineum) dan Mantangan (Meremia peltata). Dua tumbuhan ini cukup menyulitkan pergerakan kami. Bahkan bukan hanya kami yang kesulitan dalam pergerakan. “Mantangan ini udah nutup hampir di semua hutan Bukit Barisan Selatan. Badak, gajah dan harimau jadi susah buat cari makan” kata Pak Uhar, polisi hutan yang menemani kami. Mantangan sendiri mirip mirip dengan tanaman ubi jalar berdaun bulat dan tumbuh merambat. Pak Uhar juga berkata bahwa mantangan dapat membuat mati pohon yang dirambatinya.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Mapala UI, Adventure, Ekspedisi, Pencinta Alam, Mapala, Traveler, Traveling, Visit Indonesia, Indonesia, TWNC, Tambling Wildlife Nature Conservation, Harimau Sumatra, Panthera tigris sumatrae, Konservasi, Mantangan, Rotan

Tim melakukan evaluasi malam di kemah setiap hari setelah menempuh perjalanan di hutan.

Senja mulai datang, perambahan hutan ini akhirnya kami hentikan. Tempat berkemah segera kami dirikan di dekat aliran sungai. Hari pertama di dalam hutan cukup membuat tubuh lelah karena beban bawaan masih berat. Hari ini kami masih bingung dalam menentukan posisi. Dataran rendah ternyata sangat sulit dalam hal navigasi. Sangat berbeda dengan navigasi di dataran tinggi. Puncak yang digunakan untuk resection – menentukan kedudukan/ posisi di peta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali – hanya berketinggian sekitar 300 m. Kesimpulan evaluasi malam ini adalah kami belum mengetahui posisi kami saat ini.

Hari kedua di dalam hutan kami masih berjalan hampir sama dengan hari pertama. Vegetasinya tidak jauh berbeda. Strees adalah kata yang dapat menggambarkan jika bertemu tumbuhan mantangan. Dengan komposisi tim, 7 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, kami harus membuka jalur agar dapat melewati lebatnya vegetasi hutan. Lenguhan nafas yang tidak teratur selalu melanda. Kanopi hutan Sumatera yang bertipe tropis ini membuat sinar matahari kesulitan menembus. Pengap rasanya berada di dalam hutan ini. Sementara pijakan tanah yang gembur kerap mempersulit langkah kami. Ditambah berat ransel di bahu yang terasa berat. Kemiringan jalur yang kami lalui pun tak mau kalah. Tak jarang harus merangkak dibantu tangan berpegangan pada dahan pohon untuk naik.

Senyum mulai terpancar di wajah. Gunung Malang yang berketinggian 300 mdpl akhirnya kami capai. Tak lama kemudian gemuruh petir mulai menyambar pertanda hujan akan turun. Kelembaban hutan pun bertambah. Di tengah hujan kami terus berjalan untuk mencapai target hari ini. 4 jam berjalan tibalah kami di satu puncak punggungan setelah melewati beberapa tanjakan yang dipenuhi mantangan. Menjelang senja, hujan mulai reda. Kemah pun kembali didirikan. Semua bersiap untuk beristirahat hari ini. Namun sebelumnya pasti kami bertarung dengan binatang kecil yang bernama agas. Binatang ini cukup membuat badan gatal. Kami selalu mengakalinya dengan menggunakan lotion anti nyamuk. Cukup membuat reda rasa gatal yang menyelimuti tubuh.

Sungai yang mengalir di tengah hutan TNBBS.

Sungai yang mengalir di tengah hutan TNBBS.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Mapala UI, Adventure, Ekspedisi, Pencinta Alam, Mapala, Traveler, Traveling, Visit Indonesia, Indonesia, TWNC, Tambling Wildlife Nature Conservation, Harimau Sumatra, Panthera tigris sumatrae, Konservasi, Mantangan, Rotan

Aliran Sungai di hutan TNBSS. Hutan TNBBS banyak dialiri oleh sungai-sungai yang banyak terdapat ikan di dalamnya.

Hari-hari selanjutnya jalur yang dilewati cukup bervariasi. Kali ini tak hanya hutan yang kami lewati. Sungai yang sangat jernih alirannya, membuat kami harus menyeberanginya. Sambil beristirahat di pinggir sungai, untuk menghilangkan rasa bosan selama berada di hutan, saya memancing ikan. “Ayo mancing. Di sini dua detik bisa mancing ikan. Nih liat” kata Pak Uhar sambil melemparkan kail ke sungai. “Ah masa pak? waaah iya!” ucap saya sambil terkejut ketika benar dalam dua detik Pak Uhar langsung dapat ikan. Pria setengah baya itu memberikan pancingan kepada saya. Saya pun tak mau kalah dengan dia. Ternyata benar, saya pun berhasil memancing ikan dalam hitungan detik. Ikan berukuran telapak tangan dapat saya pancing. “Lumayan untuk makan malam nanti” gumam saya dalam hati.

Hari demi hari telah kami lalui, medan yang kami lalui tetap sama. Naik, turun dan menyeberangi sungai. Rutinitasnya pun sama. Merangkak, membuka jalur, diserang agas di sore hari, memancing, berkemah, dan pusing dalam menentukan rute. Sempat terpikir untuk mundur jika tidak mencapai target dan juga berdasarkan pertimbangan logistik yang kami bawa. Hari sudah memasuki hari kelima. Keadaan fisik kami mulai menurun karena terporsir untuk membuka jalur yang sangat rapat. Namun berbeda sekali dengan Pak Uhar. Pria setengah baya dengan gaya khasnya dalam berbicara selalu membuat kami tertawa karena leluconnya tidak tampak kelelahan. Walaupun sudah berumur dan fisik tak kelihatan muda, dia tak tampak kelelahan. Pria yang berkebiasaan minum kopi sebelum tidur ini selalu tertawa. Dibuat heran kami semua oleh dia.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Mapala UI, Adventure, Ekspedisi, Pencinta Alam, Mapala, Traveler, Traveling, Visit Indonesia, Indonesia, TWNC, Tambling Wildlife Nature Conservation, Harimau Sumatra, Panthera tigris sumatrae, Konservasi, Mantangan, Rotan

Semut besar yang ditemukan ketika tim menjelajah hutan TNBBS.

Pada hari keenam, terjadi hal yang membuat jantung saya berdebar kencang. Dari kejauhan ketika saya berjalan sebagai sweeper –orang paling akhir dalam tim, terdengar suara langkah kaki yang berlari . Ketika itu dalam kelompok, saya berdua di paling belakang. “Anjriiit pak kumis mang. Gw denger bangeeet. Mendengus gitu suaranya” kata Ridwan Hakim dengan muka ketakutan. “Ah masa, selow drong (panggilan Ridwan) selow. Jalan pelan lah” kata saya. Namun pada akhirnya saya pun lari terbirit-birit. Menurut Pak Uhar, jika berada di Bukit Barisan Selatan, dia menghimbau jangan menyebut harimau dan gajah. Namun sebut saja pak kumis -sebutan untuk harimau- dan pak gendut -sebutan untuk gajah-. Dia juga memberitahu jika berpapasan dengan harimau, maka kita harus berjalan mundur pelan dan jangan membuat gerakan yang mengagetkan si harimau. Karena menurut Pak Uhar, sebenarnya harimau juga kaget jika bertemu manusia. Oleh karena itu Pak Uhar menemani kami dalam menjelajah Bukit Barisan Selatan. Pria setengah baya ini dibekali senjata api untuk melindungi kami.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Mapala UI, Adventure, Ekspedisi, Pencinta Alam, Mapala, Traveler, Traveling, Visit Indonesia, Indonesia, TWNC, Tambling Wildlife Nature Conservation, Harimau Sumatra, Panthera tigris sumatrae, Konservasi, Mantangan, Rotan

Tim beristirahat di tengah tumbuhan tepus setelah membuka jalur sejauh 2 km.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Mapala UI, Adventure, Ekspedisi, Pencinta Alam, Mapala, Traveler, Traveling, Visit Indonesia, Indonesia, TWNC, Tambling Wildlife Nature Conservation, Harimau Sumatra, Panthera tigris sumatrae, Konservasi, Mantangan, Rotan

Vegetasi hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang didominasi oleh Mantangan. Mantangan adalah tumbuhan yang dapat mematikan pohon yang dirambatinya.

Dalam penjelajahan ini, 9 orang ini selalu berjalan bersama. Tertawa di kala senang maupun susah. Pagi, siang, dan sore hari berjalan dengan baju lapangan yang tidak pernah ganti. Terbayang bagaimana rasanya memakai baju yang dipenuhi keringat hingga lalu kering dan kembali basah karena hujan. Ah sama sekali tidak terpikirkan mengapa saya dapat ikut penjelajahan ini. Namun semua itu hampir terjawab saat saya dan teman-teman mendengar suara ombak. Laut .. Laut!” teriak kami. Semua menjadi semangat. Di hari ketujuh ini terbesit di pikiran, saya dapat melihat laut yang menjadi tempat exit point kami. Namun semua itu kembali buyar. Hanya rotan berduri yang selalu menghadang kami di depan. Pohon-pohon rubuh juga kembali membuat kami merangkak dan merayap di tanah. Laut masih jauh. Entah kapan kami dapat keluar. Logistik mulai menipis. Sudah sepekan kami berada di hutan. Puluhan tanjakan dan sungai telah kami seberangi. Namun ini belum berakhir. Kembali berkemah di sela-sela ranting pohon-pohon besar yang menjulur.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Mapala UI, Adventure, Ekspedisi, Pencinta Alam, Mapala, Traveler, Traveling, Visit Indonesia, Indonesia, TWNC, Tambling Wildlife Nature Conservation, Harimau Sumatra, Panthera tigris sumatrae, Konservasi, Mantangan, Rotan

Fajri dan Bagas bersiap untuk menyeberangi sungai yang cukup besar tapi tenang alirannya pada hari ketujuh penjelajahan.

Berat ransel sudah mulai ringan. Pagi ini kelelahan kami sedikit berkurang. Namun kebosanan malah bertambah. Kami memasuki hari kedelapan berada di tengah belantara. Orientasi peta yang biasanya kami lakukan kali ini membuat kami optimis untuk dapat keluar dari rimba yang tak bertuan ini. Bentukan sungai yang kami lihat di depan sangat mirip dengan bentukan sungai di peta yang merupakan pertanda kami telah dekat exit point kami. Sungai besar dekat muara yang mengalir tenang segera kami akan seberangi. Namun memerlukan sistem tali untuk menyeberanginya. Hujan deras kembali turun. Di tengah hujam sistem pun dibuat dan kami satu persatu mulai menyeberanginya. Terpikir sebelumnya terdapat buaya muara. Ah, saya buang pikiran itu jauh-jauh.

Senja sebentar lagi mulai datang. Setelah menyeberang rotan berduri masih menghadang kami. Suara ombak makin kencang membuat semakin bersemangat untuk segera mengakhiri perjalanan yang membuat stress ini. Anggota tim masih bergantian dalam membuka jalur. Aaahhhh laut doong, laaauuut!” semua berteriak menghibur diri. Memang hanya itu yang dapat dilakukan untuk menghilangkan penat berada di hutan. Fatamorgana telah menyerang kami. Saat saya bersama Fadhli atau biasa dipanggil Bim-Bim berada di depan membuka jalur, saya terperanjat kesenangan. “Akhirnya ya Allah. Lauuuutt Bim laaauut!” teriak saya. “Lauuutttt …lauuuut” teriak Bim-Bim. Saya segera bersujud dan berteriak di pinggir laut pertanda syukur telah keluar dari hutan ini. Anggota tim lain masih berada jauh di belakang. Saya kembali ke belakang untuk mengambil tas dan memberitahu kabar baik ini. Yang lain juga ikut berteriak senang ketika berhasil keluar dari rimba ini. Tetes air mata bahagia pun bercucuran. Tim sangat bersyukur dapat kembali mencapai pantai. Logistik hanya tersisa untuk mencapai hari kedelapan. Berita baik ini segera kami komunikasikan ke sekretariat menggunakan telepon satelit.

Penjelajahan ini sejatinya bertujuan untuk mengasah kemampuan dalam melakukan ekspedisi dan juga menggali potensi wisata di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Perjelajahan kami lanjutkan dengan menyusuri pantai di Barat Daya Lampung yang langsung berbatasan dengan Samudera Hindia. Di tengah senja yang perlahan menghilang dan deburan ombak yang kencang, kami berjalan beriringan menuju Enclave Pengekahan, Belimbing. Destinasi selanjutnya adalah menuju Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC). Kawasan konservasi milik Tommy Winata itu merupakan tempat kami singgah melepas lelah selama dua hari ke depan. Namun bukan sekedar melepas lelah, pendokumentasian potensi wisata menjadi agenda penting yang harus kami lakukan.

20 thoughts on “8 Hari Menjelajah Hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

    • iya mas fahmi. Tipikal hutan hujan tropis. Lebat. Jalur yang belum pernah dilalui manusia menurut pak polisi hutan. Juga hewan2 pun enggan juga lewat jalur yang saya lewati karena tertutup oleh tanaman invasif, mantangan.

      Walah jauh banget kalo disamain kaya NatGeo. Ini masih abal-abal. hehe

  1. Wah…jadi kepengin ke Tambling lagi nih….
    Dulu aku juga pernah kerja disitu…..jadi anak buah nya Bp.Tomy Winata..

  2. Pingback: 8 Hari Menyeruak Hutan Tertua di Pulau Jawa | inisayadanhidupsaya

Leave a reply to carito Cancel reply