Taman Nasional Alas Purwo, Kami Datang!

Puluhan orang bersiap dengan tas-tas besarnya. Masuk hutan, keluar di pantai. Dengan truk, kami akan menuju hutan tertua di Jawa Timur. Tak sabar menjelajah hutan dataran rendah ini selama 8 hari.

TN Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Mapala UI, Pencinta Alam, Traveling, Adventure, Traveler, Adventurer, Karst, Hutan Tertua di Jawa, Plengkung, Visit Jawa Timur, Visit Banyuwangi, Alas Purwo National Park, Perjalanan Panjang, BKP 13

Portal selamat datang yang melintang dekat Pos Rowobendo.

Deru mesin truk mulai menghiasi pelataran depan Universitas PGRI Banyuwangi. Pertanda akan segera tancap gas. Satu persatu peserta Perjalanan Panjang Taman Nasional Alas Purwo mulai naik. Diikuti dengan puluhan tas yang membawa perbekalan perjalanan. Panas terik matahari yang hampir berada di atas kepala tak menyurutkan semangat. Lambaian tangan dan senyum para anggota Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam) Universitas Banyuwangi melepas kami. Perlahan dua truk yang disewa untuk mengantar tim mulai meninggalkan Universitas PGRI Banyuwangi yang menjadi tempat persinggahan.

Siang itu di tengah perjalanan menuju Taman Nasional Alas Purwo, kami saling berceloteh sambil tertawa bersama membayangkan petualangan yang sudah di depan mata. “Nanti kita 8 hari nih. Bakalan susah minum. Hemat-hemat air ya.”  kata seorang calon anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) dengan wajah seriusnya. Petualangan ini diikuti oleh 45 orang calon anggota dan 15 anggota Mapala UI. Setelah proses riset yang panjang, akhirnya Taman Nasional Alas Purwo dipilih. Pilihan ini didasarkan karena Taman Nasional Alas Purwo memiliki bentangan alam yang cocok untuk pendidikan calon anggota Mapala UI. Di samping itu, potensi wisata dan keanekaragaman budaya yang ada di sana, patut untuk dieksplorasi dan didokumentasikan.

Perjalanan cukup lancar. Tak terasa macet selama melintas sepanjang jalan. Para pengendara di ujung Jawa Timur ini nampaknya cukup taat dengan aturan lalu lintas. Sebuah keadaan yang bertolak belakang jika melintas di ibukota. Nama-nama daerah seperti Benculuk, Srono, Genteng, atau Tegaldlimo nampak terasa asing bagi anak-anak yang tinggal di ibukota ini. Kecuali bagi salah satu calon anggota bernama Firman Arif yang kebetulan lahir di Kota Jember. Nah kira-kira masih 2 jam lagi. Oke lanjut” ujarnya sambil tertawa ketika memasuki daerah Muncar, Banyuwangi.

Akhirnya keramaian khas kota kecil pun mulai berganti. Setelah truk berbelok-belok yang entah tak seorang pun tahu, akhirnya pada pukul 10.50 WIB, truk mulai memasuki Desa Kedungwungu. Di kiri dan kanan pemandangan berubah menjadi hamparan sawah yang menghijau. Beberapa orang yang duduk di atas truk terlihat cukup senang. Sementara yang lain, yang berada di dalam truk ada yang masih tertidur. Kelihatannya cukup lelah di perjalanan selama hampir 24 jam menggunakan kereta api. Jalanan yang mulus sejak meninggalkan tempat persinggahan kami, kini berubah menjadi cukup rusak. Maklum sudah memasuki kawasan pedesaan. Anak-anak yang tadinya tertidur, terpaksa menjadi terbangun.

Huah.. debunya banyak banget. Kering amat ini desa” kata seorang calon anggota sambil menutup hidung. Dengan sigap buff-nya diubah menjadi penutup hidung agar mencegah debu terhirup. Balakclava atau yang lazim dikenal buff adalah masker/slayer serbaguna berbahan polyster yang berfungsi untuk melindungi dan menutup bagian kepala. Memang disebabkan oleh kontur jalanan yang rusak ditambah dengan musim kering yang cukup panjang. Truk mulai berguncang. Tangan-tangan segera mencari pegangan ke bagian-bagian truk. Beberapa saling berpegangan agar tak jatuh. Namun walaupun demikian, tak menyurutkan antusias untuk segera mencicipi salah satu hutan dengan kawasan karst di Jawa Timur ini.

Di tengah perjalanan yang cukup sulit ini, puluhan pasang mata tertuju ke sebuah hutan jati yang sedang ditebangi.kok kawasan konservasi ditebangi ya? gak bener nih?” gumam dengan keheranan. Di tengah jalan yang hanya dapat dilewati oleh dua kendaraan ini, orang-orang yang terlihat seperti pekerja bahu-membahu menaikkan batang-batang pohon yang telah dipotong ke atas grandong -kendaraan yang didesain mirip truk menggunakan mesin diesel-. Ternyata setelah melihat sebuah papan besi yang bertuliskan “PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)”, yang ditebang adalah kawasan hutan produksi. Walaupun telah sah menurut undang-undang, bukan tidak mungkin penebangan hutan ini akan menimbulkan permasalahan dengan jangka panjang.

Truk-truk mulai melewati para pekerja tersebut. Kini di kanan dan kiri hanya pepohonan yang tampak sejauh mata memandang. Jalanan semakin rusak. Truk kembali berguncang seperti diterpa gempa bumi. Suasana mistik yang menjadi buah bibir selama perjalanan dari ibukota menjadi sangat terasa. “Mulai merinding nihh.. baru di luarnya, apalagi nanti di dalam hutan 8 hari ya?” tutur Fahrul yang duduk di sebelah saya dengan gelisahnya. Alas Purwo dikenal dengan hutan tertua di Pulau Jawa. Di dalamnya terdapat situs-situs yang dijadikan tempat meditasi untuk tujuan tertentu. Bahkan beredar cerita, jika seseorang berkata sembarangan atau bersikap sombong, tidak akan dapat kembali. Setiap orang yang ditemui jika mengetahui tujuan perjalanan saya akan berkata “Hati-hati ke Alas Purwo. Jaga omongan dan tindakan. Jangan sembarang“. Sebuah nasihat yang cukup membuat saya dan teman-teman untuk mawas diri.

Akhirnya setelah menempuh perjalanan selama hampir 3 jam, truk-truk sampai di Pos Rowobendo. Sejenak berhenti untuk mengurus perizinan. Sebenarnya telah diurus lebih dulu oleh tim advance yang sudah berangkat sebelum tim besar. “Ya, silakan. Langsung saja ke Pos Pancur” kata petugas di Pos Rowobendo mengarahkan. Truk kembali melaju pelan meninggalkan pos pemeriksaan. Jika belok ke kanan sejauh 5 km, Pantai Ngagelan dapat dicapai. Pantai ini terkenal dengan aktivitas penangkaran penyu. Sementara itu, petualangan sudah semakin dekat. Tinggal hitungan beberapa jam lagi, tim besar akan segera memasuki hutan dataran rendah yang didominasi bambu ini.  Namun untuk mencapai Pos Pancur, perjalanan masih ditempuh selama hampir 30 menit.

TN Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur, Mapala UI, Pencinta Alam, Traveling, Adventure, Traveler, Adventurer, Karst, Hutan Tertua di Jawa, Plengkung, Visit Jawa Timur, Visit Banyuwangi, Alas Purwo National Park, Perjalanan Panjang, BKP 13

Truk yang mengangkut para peserta perjalanan melintas di hutan jati setelah melewati Pos Rawabendo. Di sekitar hutan jati ini terdapat dua buah pura yang salah satunya merupakan situs tertua di TN Alas Purwo.

Sebelum memasuki Pos Pancur, Pura Giri Salaka dan Situs Kawitan terletak di dekat Pos Rowobendo. Juga Sadengan, padang pengembalaan satwa seperti banteng, kijang, rusa, kancil, babi hutan dan burung-burung dapat dijangkau. Firman mengatakan Sadengan ini mirip dengan padang rumput di Baluran. Selepas dari hutan jati yang rimbun ini, suara ombak pantai selatan mulai terdengar. Truk telah sampai di Pos Pancur. Seisi truk mulai turun untuk bersiap. Sebelum mulai berjalan, sebagian mengisi perut di sebuah warung yang hanya ada satu-satunya di dekat Pos Pancur. Semua terlihat lahap menyantap hidangan yang ada.

Pos Pancur adalah pintu masuk jika ingin mengunjungi Pantai Pancur dan gua-gua yang tak jauh di sekitarnya. Jaraknya 5 km dari Pos Rawabendo. Di dekat Pos Pancur ada sebuah mesjid, dua pos penjagaan, dan dua kamar mandi yang dapat digunakan. Selain itu, di Pos Pancur banyak monyet yang berkeliaran di jalan. Sebuah camping ground juga dapat diakses jika ingin berkemah.

Setelah makan siang, semua kembali berkumpul dan segera dibriefing oleh Pak Suto, salah satu petugas Taman Nasional Alas Purwo yang nantinya membantu tim dalam hal komunikasi lapangan. Beliau berpesan agar tim tetap berjalan bersama dan menjaga perilaku ketika berada di kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Tak lupa beliau berpesan agar jangan pernah meninggalkan dan mengambil sesuatu selama perjalanan. Semua pasang mata tertuju ke Pak Suto. Telinga-telinga mendengarkan dengan saksama. Briefing selesai. Tim kembali berkumpul dan berdoa bersama untuk memulai perjalanan. Akhirnya satu-persatu meninggalkan Pos Pancur. Derap langkah kaki mulai terdengar bak tentara berbaris. 8 hari perjalanan segera ditempuh. Keseruan petualangan menanti.

4 thoughts on “Taman Nasional Alas Purwo, Kami Datang!

Leave a comment