Menyusuri Sungai Ciliwung: Sebuah potret dari dekat

Mapala UI sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Indonesia

Tiada kata terlambat untuk menulis, ya ungkapan yang tepat untuk memotivasi menulis. Kali ini saya ingin berbagi pengalaman berkegiatan di alam bebas. Alam bebas tidak selalu tentang hal-hal yang indah tetapi hal-hal kurang menarik juga termasuk di dalamnya. Perjalanan ini sebenarnya sudah dilakukan bulan Agustus yang lalu tetapi baru saya tulis dalam blog bulan ini. Ya mungkin saya terlalu terjebak dalam rutinitas sehari-hari sehingga belakangan ini jarang menulis. Perjalanan kali ini saya mencoba mengarungi aliran Sungai Ciliwung untuk melihat dari dekat dan juga persiapan untuk penelitian yang nanti akan dilakukan. Pengarungan ini dilakukan bersama calon anggota Mapala UI dan anggota Mapala UI lainnya. Kami menggunakan dua buah perahu karet sebagai alat transportasi pengarungan kami. Rencana pengarungan kami mulai dari Jembatan Kelapa Dua, Depok setelah berkumpul di Sekretariat Mapala UI Depok. Pengarungan ini sebagai simulasi penelitian Sungai Ciliwung yang mana adalah tahap kedua Badan Khusus Pelantikan Mapala UI 2012.

Mobil-mobil yang mengangkut perahu karet untuk pengarungan Sungai Ciliwung

Tim Mapala UI di entry point pengarungan Sungai Ciliwung.

Pengarungan Sungai Ciliwung menggunakan perahu karet.

Bulan puasa tidak menghalangi semangat kami untuk melakukan pengarungan ini. Setelah briefing dan persiapan peralatan di sekretariat, kami langsung menuju ke lokasi entry point pengarungan. Kami berangkat menggunakan dua tiga buah mobil untuk menuju ke sana. Setelah sampai di sana dan menurunkan perahu beserta peralatan pengarungan, kami langsung bersiap untuk mengarungi sungai yang telah melegenda ini.

Pengarungan kami mulai pukul 11 siang, hari yang cukup panas di bulan Ramadhan itu. Saya menaiki perahu karet dengan muatan 6 orang. Banyak hal yang saya temui di aliran Sungai Ciliwung sekitar Depok menuju Lenteng Agung ini. Mulai dari sampah yang bertebaran di sungai, anak kecil yang berenang di sungai, orang-orang yang menangkap ikan dan hal-hal lainnya.

Pemandangan yang dapat ditemui di pinggir Sungai Ciliwung.

Sampah yang ada di aliran Sungai Ciliwung sangat beragam, mulai dari sampah organik, non organik maupun sampah rumah tangga. Limbah-limbah pun juga mengalir ke sungai yang menjadi masalah untuk wilayah DKI Jakarta, Depok dan sekitarnya. Sampah-sampah itu berupa sterofoam, kantong plastik, ranting pohon, pakaian dan lain-lain. Sampah-sampah ini tertumpuk di pinggir sungai dan juga di sungai itu sendiri. Sampah-sampah ini berasal dari warga yang tinggal di pinggir Sungai Ciliwung maupun yang terbawa aliran sungai dari hulu.

Senyum dan canda tawa anak-anak kecil yang berenang di Sungai Ciliwung.

Anak-anak di sekitar aliran Sungai Ciliwung pun seperti tidak ragu untuk berenang. Mereka sudah menganggap Sungai Ciliwung sebagai sahabatnya. Berbekal sterofoam atau batang pisang sebagai pelampung mereka berenang menyusuri aliran sungai. Canda tawa mereka dapat saya lihat sebagai ironi dalam kehidupan ini. Bagaimana tidak, dengan keadaan Sungai Ciliwung yang penuh akan sampah dan limbah rumah tangga yang mengalir ke sungai, pasti sudah dapat dipastikan itu bukan tempat yang layak untuk berenang. Namun mereka tetap senang karena dapat berenang di sana. Anak-anak itu sebagian besar tinggal di bantaran Sungai Ciliwung. Menurut pendapat mereka ketika saya bertanya mengapa mereka berenang di Sungai Ciliwung, jawaban yang didapatkan adalah “abis gak ada tempat buat main bang, lagian kan juga enak berenang, adem bang”.

Kegiatan penangkap ikan membersihkan ikan hasil tangkapan di pinggir Sungai Ciliwung

Sungai Ciliwung juga dimanfaatkan oleh sebagian warga di sekitar aliran sungai sebagai sumber mata pencaharian ataupun memenuhi hobi. Kegiatan memancing ikan dapat hampir dapat ditemui di sepanjang aliran Sungai Ciliwung. Menurut orang-orang yang memancing, mereka biasa menangkap ikan sapu-sapu dengan jaring dan juga kadang-kadang dapat ikan mas atau ikan mujair jika beruntung. Pemancing mengaku mulai menangkap ikan sejak pagi hingga sore, walaupun kadang juga sampai malam tergantung kemauan individu masing-masing. Mereka juga ada yang memang menggantungkan hidup dari menangkap ikan, hanya mengisi waktu luang di samping pekerjaan utamanya. Mereka itu ada yang bekerja sebagai tukang ojek, tukang bangunan, buruh pabrik tahu dan lainnya. Ikan-ikannya pun tidak menjamin dapat dikonsumsi karena keadaan habitatnya tidak layak.

Sekilas banyak yang dapat direnungkan setelah pengarungan ini dilakukan. Kepedulian masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya masih kurang dan juga tidak dapat disalahkan juga karena fasilitas tempat pembuangan sampah yang disediakan oleh pemerintah setempat juga kurang memadai. Dapat dibayangkan jika sungai yang mengalir dari Puncak Cisarua Jawa Barat hingga bermuara ke Teluk Jakarta ini bersih, maka tidak perlu timbul kekhawatiran akan anak-anak yang berenang ataupun ikan-ikan yang hidup di sungai ini.

Pengarungan kami akhiri di Lenteng Agung pukul 4 sore dan kami membersihkan diri untuk kembali ke Sekretariat Mapala UI. Dan tak lupa kami mengevaluasi kegiatan yang kami lakukan hari ini.

Leave a comment